Tuesday, September 17, 2019

Hidup-Mati Komisi Antikorupsi

Ruang pimpinan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat terasa sesak malam hari itu, Kamis, 12 September lalu. Pimpinan komisi serta kepala dan anggota kelompok fraksi berjejal memadati ruangan seluas 30 meter persegi tersebut. Mereka tengah mengikuti forum lobi setelah Komisi Hukum menggelar uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ditemani kudapan kolak, Ketua Komisi Hukum DPR Aziz Syamsuddin memimpin pertemuan. Politikus Golkar itu meminta setiap perwakilan fraksi menyampaikan lima nama. Semula, Aziz menyarankan lima kandidat diputuskan lewat musya-warah. Tawaran itu tak direspons peserta rapat. Ada fraksi yang malah bersitegang mempertahankan calon masing-masing. “Ada dinamika. Tapi semua sudah kami selesaikan,” ujar Aziz, Jumat, 13 September lalu.
Forum lobi yang digelar sekitar pukul 23.30 itu berlangsung sekitar setengah jam. Awalnya pertemuan guyub, tapi kemudian memanas ketika ada partai yang memiliki calon berbeda. Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Amanat Nasional, misalnya. Karena tidak ada titik temu di antara kedua partai itu, Aziz memutuskan pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara. -“Sesuai dengan tata tertib, jika mekanisme musya-warah tidak tercapai, pemilihan harus ditempuh lewat pemungutan suara,” katanya.
Menurut seorang peserta rapat, suhu pertemuan memanas ketika Partai Kebangkitan Bangsa ngotot menyorongkan nama Nurul Ghufron masuk daftar paket lima komisioner. Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu dinominasikan PKB karena ia mewakili suara nahdliyin. Ghufron punya rekam jejak panjang dalam sejumlah jabatan struktural organisasi sa-yap Nahdlatul Ulama. Mantan aktivis Pergerak-an Mahasiswa Islam Indonesia itu tercatat pernah menjadi pengurus Ikatan Pelajar NU dan Ikatan Sarjana NU.
Anggota Fraksi PKB, Anwar Rachman, tak mau menanggapi cerita itu. “Saya tidak punya komentar,” ujarnya di sela-sela pembahasan revisi Undang-Undang Pemasyarakatan di Hotel Ritz-Carlton, Jumat, 13 September lalu.
Tawaran PKB didukung Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Anggota Fraksi PPP, Arsul Sani, menilai peluang keterpi-lihan Ghufron layak diperhitungkan. Arsul mengatakan permintaan dukungan atas Ghufron sebelumnya juga disuarakan sejumlah pengurus NU. “Kami tidak pernah menutup diri jika ada yang ingin bersilaturahmi memperkenalkan figur kandidat,” tuturnya.
Pengajuan nama Ghufron mengubah komposisi daftar kandidat yang disiapkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Golkar. Keduanya setuju mendukung Ghufron asalkan PKB menyetujui paket nama yang mereka siapkan, yakni Inspektur Jenderal Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan I Nyoman Wara. Dua partai itu sepakat Ghufron menggantikan Nyoman. Soal ini, politikus PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, tidak menyangkalnya. “Ada dinamika yang meminta keterwakilan kalangan nahdliyin,” ujar Masinton.
Penolakan atas keterpilihan Ghufron datang dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Anggota Fraksi PAN, Muslim Ayub, me-nyatakan PAN punya pandangan lain jika pemilihan kandidat didasari pertimbang-an aspek keterwakilan kelompok. Menurut dia, Luthfi Jayadi Kurniawan dinilai jauh lebih mumpuni dibanding Ghufron. Dosen Universitas Muhammadiyah Malang itu, kata dia, punya rekam jejak bagus di bidang pemberantasan korupsi.
Luthfi adalah salah satu pendiri Malang Corruption Watch yang juga membidani pusat kajian antikorupsi di sejumlah perguruan tinggi dan pesantren. Dukungan atas keterpilihan Luthfi, kata Muslim, juga disuarakan sejumlah aktivis dari Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam. Muslim memastikan lima dari tujuh suara untuk Luthfi berasal dari lima anggota Fraksi PAN yang hadir saat pemilihan.
Fraksi PAN juga punya pandangan berbeda tentang sosok Nawawi Pomolango, hakim tindak pidana korupsi yang pernah memvonis Patrialis Akbar. Patrialis saat ditangkap KPK adalah hakim Mahkamah Konstitusi dan bekas kader PAN. Menurut Muslim, unsur hakim sudah diwakili calon petahana, Alexander Marwata. Menurut Muslim, PAN lebih tertarik memilih Sigit Danang Joyo, yang kini menjabat Kepala Subdirektorat Bantuan Hukum Direktorat Jenderal Pajak. “Saat uji kelayakan, presentasinya bagus,” ujarnya. Karena kedua partai ngotot, pemilihan dilakukan dengan pemungutan suara.
Ketua Kelompok Fraksi NasDem di Komisi Hukum, Taufiqulhadi, mengatakan kandidat idaman NasDem sudah dibahas dengan Ketua Fraksi, Johnny G. Plate, selepas magrib pada malam pemilihan. Kelima nama tersebut tak ubahnya kandidat terpilih. Saat forum lobi menentukan Ghufron dan Luthfi, kata Taufiqulhadi, ia meng-aku berupaya membuka pembicaraan ulang dengan Johnny. Fraksi akhirnya setuju. “Saya berpegang dengan lima nama itu,” katanya.
Fraksi NasDem juga bergerilya ke fraksi lain. Lobi itu terutama menyangkut penolakan atas wakil jaksa dalam pemilihan ini, Johanis Tanak. Sinyal penolakan terhadap mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah itu terlihat ketika anggota Fraksi NasDem, Zulfan Lindan, mencecar peng-akuannya bahwa ia pernah mendapat intervensi Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, di hadapan Panitia Seleksi saat menangani kasus korupsi yang menyeret mantan Gubernur Sulawesi Tengah, Bandjela Paliudju.
Zulfan sempat meradang karena peng-akuan Tanak bertolak belakang dengan pernyataannya saat uji kelayakan. Tanak meng-aku tak pernah diintervensi Prasetyo. “Saya merekomendasikan anggota frak-si lain untuk tidak meloloskan calon yang tidak konsisten,” ujar Zulfan.
Berbeda dengan fraksi lain, Partai Ke-adilan Sejahtera hanya menyepakati tiga dari sepuluh nama kandidat yang mengikuti tahapan uji kelayakan dan kepatutan. Menurut anggota Fraksi PKS, Nasir Jamil, dua nama lagi diserahkan kepada anggota lain. PKS memiliki empat wakil di Komisi Hukum. Nasir enggan merinci siapa saja tiga nama yang diusung PKS. “Komposisinya tergambar di perolehan suara,” ujarnya.
Menurut seorang politikus Komisi Hukum, Fraksi PKS dan lainnya sebenarnya sudah mengunci dukungan kepada Firli. Sebagian besar fraksi juga sudah mendukung Alexander, Ghufron, dan Nawawi. “Kalaupun ada yang berbeda, hanya satu fraksi atau anggota fraksi tertentu,” kata politikus ini. Tiga nama itu belakangan mendapat dukungan 50 suara ke atas.
Bekas Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri, merupakan satu-satunya nama yang tak memantik perdebatan dalam forum lobi. Meski dia tengah disorot atas dugaan pelanggaran etik, dukungan untuk keterpilihannya diusulkan semua fraksi. Polemik tentang dugaan pelanggaran yang diarahkan kepadanya dianggap kelompok fraksi selesai setelah mereka mendengarkan penjelasan komisioner KPK, Alexander Marwata, dan bantahan Firli dalam forum uji kelayakan dan kepatutan.
Di hadapan anggota Komisi Hukum, Alex menyatakan dugaan pelanggaran etik sudah ditangani Pengawasan Internal. Proses tersebut terhenti karena Firli ditarik kembali ke institusi asalnya sebagai polisi. “Waktu itu tidak ada rekomendasi sanksi ataupun keputusan dari pimpinan,” katanya. “Statusnya dipulangkan secara hormat.”
Firli meraih suara mutlak dari semua anggota fraksi di Komisi Hukum. Mereka yang memiliki hak suara tak semuanya “pasukan inti” di Komisi Hukum. Saat uji kelayakan dan kepatutan, anggota Komisi Hukum DPR yang hadir kadang hanya setengahnya, dari jumlah 56. Bahkan, dari daftar anggota Komisi Hukum DPR per 3 September, jumlah anggota Komisi Hukum tercatat hanya 51 orang. Ada juga anggota DPR yang jadi pemain cabutan. Salah satunya politikus yang ketika itu tengah memimpin rapat Badan Legislasi Revisi Undang-Undang KPK.
Fraksi PAN, misalnya. Dalam daftar anggota Komisi Hukum per 3 September, tercatat hanya dua orang. Saat pemilihan, jumlahnya menjadi lima. Salah satunya Waode Nur Zainab, yang mengaku memiliki surat tugas resmi ke Komisi Hukum. Menurut Waode, penugasan di komisi itu sangat dinamis. Dia sejak awal terang-terangan mendukung Firli, yang dianggap memiliki kapasitas. “Fraksi PAN satu suara,” ujar politikus berlatar belakang pengacara ini, yang masuk ke DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu pada Februari lalu.
Nurul Ghufron saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon pemimpin KPK di Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 11 September 2019.
LIMA nama komisioner 2019-2023 sesungguhnya sudah disiapkan sejumlah fraksi jauh-jauh hari sebelum pemilihan. Menurut sejumlah politikus DPR di Senayan, Jakarta, pemilihan komisioner satu paket dengan revisi Undang-Undang KPK yang tengah dibahas Dewan. “Mereka yang terpilih nanti harus mendukung revisi UU KPK,” ujar seorang politikus senior Golkar.
PDI Perjuangan-lah yang getol menyorongkan lima nama ke fraksi lain agar terpilih sebagai komisioner KPK. Menurut seorang politikus lain, tak lama setelah Panitia Seleksi mengumumkan sepuluh nama, Wakil Ketua DPR Utut Adianto menemui Melchias Marcus Mekeng di gedung DPR. Keduanya membahas sejumlah hal. Mereka antara lain membahas upaya “meng-amankan” calon pemimpin komisi antikorupsi dan revisi Undang-Undang KPK. “Targetnya disahkan pada rapat paripurna 24 September nanti,” kata politikus ini. “Kalau meleset juga aman karena pimpin-an baru menyetujui revisi. Selama ini, masalahnya, kalau revisi, selalu ditolak pimpinan.”
Utut, menurut sumber itu, meminta Golkar mendukung calon yang disorongkan partainya. Golkar mengiyakan dengan sya-rat PDI Perjuangan mendukung calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang didukung Golkar. Komisi Keuangan DPR, yang dipimpin Melchias Mekeng, memang tengah menggelar seleksi anggota BPK.
Melchias Mekeng mengaku tak bertemu dengan Utut baru-baru ini. “Terakhir salaman saat rapat paripurna Agustus lalu,” ujarnya. Adapun Utut enggan menjawab pertanyaan Tempo soal pertemuan tersebut. “Saya tidak tahu soal itu,” ujar Utut.
Setelah pertemuan tersebut, para politikus Golkar bergerak mendekati fraksi-faksi di Dewan. PDI Perjuangan mengutus khusus Wakil Ketua Komisi Hukum DPR Herman Hery untuk mengawal dua agenda penting. Dia dibantu anggota Komisi Hukum, Masinton Pasaribu. Sedangkan Golkar menugasi Ketua Komisi Hukum Aziz Syam-suddin untuk mengawal pemilih-an komisioner KPK. Adapun untuk revisi undang-undang, tugas diserahkan ke Firman Soebagyo, anggota Badan Legislasi.
PDI Perjuangan sejak awal meminta fraksi-fraksi lain meloloskan Firli. Bahkan mereka menyorongkan bekas Wakil Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah tersebut sebagai Ketua KPK. “Saya usulkan ke teman-teman Komisi III untuk memilih Firli,” ujar Masinton. Alasannya, kata Masinton, sebelum uji kelayakan dan kepatutan, KPK mengumumkan jenderal polisi itu melakukan pelanggaran kode etik saat menjadi deputi penindakan. “Ini zalim,” ujarnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo bersama dua Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang (kiri) dan Laode M. Syarif./TEMPO/Imam Sukamto
Saat uji kelayakan dan kepatutan, Komisi Hukum juga menanyakan komitmen para calon terhadap revisi Undang-Undang KPK. Sebagian besar menyetujui revisi. Dewan meminta para kandidat meneken surat komitmen bahwa apa yang disampaikan saat uji kelayakan dan kepatutan benar-benar dilakukan jika mereka terpilih. “Pimpin-an jangan plintat-plintut. Hari ini bilang setuju, nanti kalau terpilih bilang kami -enggak ngomong seperti itu,” ujar Erma Suryani Ranik, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Demokrat.
Terpilihnya Firli sebagai Ketua KPK dan upaya merevisi undang-undang komisi antikorupsi membuat pimpinan KPK bereaksi keras. Beberapa jam setelah Firli terpilih, Saut dan penasihat KPK, Tsani Annafari, mengajukan pengunduran diri dari posisi mereka. Dua orang inilah yang mengumumkan pelanggaran etik Firli.
Malam harinya, dua komisioner KPK, Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Sya-rif, menggelar konferensi pers untuk menyerahkan tanggung jawab kepada Presiden. “Kami kecewa. Kalau pimpinannya bermasalah, KPK pasti tidak harmonis,” kata Agus. “Revisi Undang-Undang KPK juga mengancam lembaga ini. Ada yang terancam dengan keberadaan KPK.”
Agus tak mau menjelaskan siapa yang merasa terancam oleh KPK. Dia hanya menyebutkan, sampai Juni 2019, pelaku kejahatan korupsi yang paling banyak ditangani KPK adalah anggota DPR di pusat dan daerah, yaitu sebanyak 255 perkara. Adapun kepala daerah, yang sebagian besar kader partai, sebanyak 110 perkara. “Setelah itu, sejumlah politikus juga diproses,” ujarnya.
Dengan data tersebut, partai pantas merasa terancam. Di PDI Perjuangan, kasus suap kuota impor bawang putih yang melibatkan bekas anggota Komisi Perdagangan dari fraksi partai itu, I Nyoman Dhamantra, berpotensi menjadi “tsunami”. Saat gelar perkara di KPK pekan pertama Agustus lalu, nama seorang petinggi partai itu disebut sebagai orang yang memiliki jatah kuota yang digunakan Chandry Suanda alias Afung. Dia adalah pengusaha yang menjadi tersangka karena menyuap I Nyoman Rp 3,5 miliar dalam kasus itu.
Dalam gelar perkara itu, muncul nama seorang kepala lembaga pemerintah non-kementerian yang dekat dengan petinggi partai tersebut, yang diduga menerima setoran duit dari Afung sebesar Rp 40 miliar untuk mendapatkan kuota impor bawang putih. Setelah menjalani pemeriksaan pada Agustus lalu, Afung tak berkomentar soal ini.
Agus tidak menyangkal informasi soal dugaan keterlibatan anak petinggi partai tersebut. “Itu informasi ekspose. Yang tahu detailnya adalah penyidik,” ujar Agus.
Di Golkar, perkara korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik dan kasus suap pengusaha batu bara Samin Tan kepada politikus Beringin, Eni Maulani Saragih, membuat mereka jeri. Selasa pekan lalu, KPK bahkan sudah meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencegah Melchias Mekeng bepergian ke luar negeri dalam kasus suap Samin Tan.
Agus meminta Presiden mengundang pimpinan untuk memberikan pendapat atas pimpinan KPK baru dan revisi undang-undang. Dia mengatakan lembaganya sedang di ujung tanduk. “Mudah-mudahan kami diajak bicara Bapak Presiden,” ujarnya.
Dalam hal revisi Undang-Undang KPK, Presiden mengirimkan surat presiden yang menunjuk dua utusan pemerintah yang akan ikut membahas perubahan tersebut. Utusan itu adalah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Komisaris Jenderal Polisi Syafruddin.
Dalam daftar isian masalah yang diserahkan pemerintah, Jokowi mendukung rencana revisi, terutama tentang pemberlakuan aturan perlunya surat perintah penghentian penyidikan (SP3), pembentukan Dewan Pengawas KPK, dan status aparat sipil negara pegawai KPK. “Saya berharap semua pihak membicarakan isu ini dengan jernih, tanpa prasangka berlebihan,” ujar Jokowi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, menilai persetujuan Jokowi terhadap revisi Undang-Undang KPK dan calon pemimpin KPK bermasalah mengancam masa depan pemberantasan korupsi. Menurut dia, sikap Jokowi itu bertolak belakang dengan poin keempat Nawa Cita, yaitu komitmen menjalankan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi. “Presiden ingkar janji dan mengabaikan aspirasi masyarakat,” ucapnya.
Jokowi memilih irit bicara menanggapi keterpilihan pimpinan KPK yang baru. “Itu sudah lolos Pansel dan prosedurnya sudah dalam kewenangan DPR,” ucapnya. Soal pemimpin KPK mundur, kata dia, “Ya, itu hak setiap orang.”
RIKY FERDIANTO, ANTON APRIANTO, ANDITA RAHMA, FRISKI RIANA

No comments:

Post a Comment