Wednesday, January 31, 2007

Waspada DeBe

Waspada...
dan harus sering bersih-bersih, dan Rajin menyemprotkan Anti Nyamuk

Salah seorang teman kos masuk RS, kena DB, mungkin emang kuantitas nyamuk di kosku meningkat seiring hujan tiap hari...

Moga bisa lebih waspada dan ati-ati dan memberikan semangat untuk bersih2 kamar, kamar mandi dan tempat2 persembunyian nyamuk nakal.

* to Arin moga cepet sembuh.
* to Yanar...repot ya?

Saat Istri Ngomel....

Ups, ni bukan kisah pribadi...
Kebetulan dapet kiriman email dari teman...semoga bisa diambil hikmahnya, untuk yang sudah menjadi ayah, untuk calon ayah, untuk yang menjadi suami, untuk suami, dan untuk para kamu hawa yang mungkin bisa mengambil kisah ini sebagai teladan.
Wallahu'alam.
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa. Menuju kediaman khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun? Umar berdiam diri karena ingat 5 hal tentang Peran Istrinya, yaitu peran-peran sebagai berikut:
Benteng Penjaga Api Neraka
Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya,niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuhelok di sekitarnya. Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat.
Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari. Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat.
Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan luka yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

Pemelihara Rumah
Pagi hingga sore suami bekerja. Berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beliini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

Penjaga Penampilan
Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaianannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu.

Pengasuh Anak-anak
Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan, lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, akulah yang membuatnya begitu. Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Umar paham benar akan hal itu.

Penyedia Hidangan
Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami Cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi pagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Umar kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.
Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji.
Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Umar ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya.

Tuesday, January 30, 2007

lupa dan pelupa....

Dapet PR dari Ibu Negara , tentang pengalaman lupa (lupa kok pengalaman?) dan obatnya....
Sebelumnya, aku masih bingung, lupa itu kata sifat atau kata kerja...
kalo menurutku sih kata sifat, meski mungkin ada yang bilang itu kata kerja
tapi caranya gampang saja, menurut Friendster (he2x) cara paling mudah membedakan kata sifat dan kata kerja adalah dengan menambahkan kata depan: paling, sangat, atau kata belakang: sekali, banget.
jadi lupa cenderung ke kata sifat karena bisa ditambahkan kata2 tersebut:
sangat lupa, lupa sekali, lupa banget. Bener gak ya?menurutku sih gitu.....
Sedangkan pelupa adalah orang yang mempunyai sifat lupa, atau mungkin dalam kata lain orang yang kerjaannya lupa melulu.... bahkan sampe lupa di mana obat anti lupa ditaruh? hehehehe
Kata GusPur (newsdotcom),
"Buat Saya sih Gampang Saja...., cara mudah menghilangkan sifat lupa ya biasakan agar tidak lupa...."
Trus caranya biar membiasakan diri agar tidak lupa gimana Gus?
"Ya jadilah orang yang tidak pelupa, Gitu Aja Kok Repot...!!!" hehehe...
(kebanyakan nonton NewsDotCom di Metro neh, maap ya Trans...)
paling nggak ada hal yang bisa mengurangi tingkat lupa (tapi semoga bisa juga menghilangkan)
1. Banyak mengingat ALLAH..., Insya ALLAH dimudahkan ALLAH untuk melakukan aktivitas kita tanpa halangan, (lupa kan termasuk halangan to?)
2. Manfaatkan Buku Agenda yang kecil itu loh.... (yang nyaman dimasukkan saku) dan jangan sampe lupa untuk membawanya
3. Ada Organizer di HP? Yups, bener sekali... di kampus sering berguna dulu untuk nyetel alarm pas mo rapat, kuliah, n ngaji.... (tapi lebih sering nyetel alarm milad temen2 hehe)
Ye, kayaknya segitu dulu Ibu yang pelupa tapi baik, tipsnya sedikit aja kali...
Ada kisah kecil ttg Lupaku.
Bandara Adisucipto, 31 Oktober 2006, saat punya gandengan baru...
Waktu itu mau bertolak ke Manado, sedangkan gandenganku mo ke Jakarta.
Udah masuk Bandara dengan barang2 kita di Troli, aku langsung ngeloyor pergi...ke tempat chek in tiket...
Tapi Kok ada yang Aneh? Yups... ternyata istri masih di belakang dengan barang2 bawaan kami di troli.
"Aku Lupa sama Istriku"
Lha, gimana gak lupa lha wong menikah baru 4 hari, dan emang belum pernah jalan berduaan bareng sebelum menikah, ya wajar lah kalo Lupa...
Maap ya Dinda, bener2 Lupa, belum terbiasa jalan beriringan bareng cewek (maklum, kalo dulu pergi ama cewek pasti aku milih mendahului....)
Dan kejadian sempet terulang juga waktu di Manado....
Cuma bisa berapologi, "Maklum, belum biasa...."
Maap ya Dinda....
OK deh, itu kisah kecil lupaku, mungkin kisah yang besar banyak kali, tapi aku "Lupa" n "gak inget" kisah apalagi ya tentang lupaku.....
Sampai ketemu lagi bukan di EMPAT MATA.....

tiada hari tanpa mati lampu

Senin, 29 Januari 2007
Mati Lampu di kantor jam 10-an s.d jam 2-an

Selasa, 30 Januari 2007
Mati Lampu di kantor jam 09-an s.d jam 3 kurang

Hufff...aneh...
Jam kerja kok tanpa listrik...

jadi males, mo ngerjain apa lha wong komputer mati, AC mati jadi gerah, laptop pun paling bertahan 1 jam...
akhirnya banyak yang cari "angin" di luar...

so, paket2 KFC pun diimpor setelah pulang ke kantor, hehe...

emang susye...
plis deh....

Monday, January 22, 2007

Lindu, Aku Tidak Rindu

Lindu, atau gempa bumi, aku mengalami lagi setelah lindu tgl 26 Mei 2006. Kalo lindu edisi 26 Mei 2006 pusatnya di Jogja, tapi terasa sampe Kebumen, jam setengah enam itu. Dan lindu edisi terbaru, tanggal 21 Januari 2007 kemarin, aku ada di Manado, mengalami getaran/goncangan, meski tidak sekeras Mei 2006 tapi cukup membuat diri ini tidak bisa tidur nyenyak semalaman.

Apa pasal, sebab lindu kali ini awalnya diberitakan berpotensi Tsunami. Jelas khawatir. Manado kan Kota dekat Pantai. Dan berbondong-bondong orang mencari tempat aman di daerah yang agak tinggi dari kota. Terpilihlah tempat di depan Kantor Gubernur Sulut, di Jalan 17 Agustus 2006. Ternyata memang di situlah banyak orang berkumpul.

Sebenernya pada mulanya aku agak santai. Saat gempa itu aku berada di kantor, sehabis makan malam, aku sempatin shalat isya di kantor, dan sempetin ngecek imel. Tiba-tiba, kursi yang kududuki trasa bergoyang. Kupikir memang kursinya lentur, or ada teman yang datang trus nggoyang kursi, tapi kok jendela ikut bergetar. trus lantai terasa berputar. Whah...gempa ini....

Allahu Akbar....!!!!

Aku keluar Ruang Kantor sambil menyebut asma-Nya. Aku di kantor hanya dengan Satpam yang saat itu mandi. Sang Satpam pun dengan bertelanjang dada keluar dari kamar Mandi menuju Jalan Raya depan kantor. Di sana mobil dan motor berhenti. Orang-orang berkumpul dan menenangkan diri sesaat.

Mas Fendi, Satpam Kantor, pinjam hpku untuk menelpon keluarganya agar menyelamatkan diri, mengungsi ke tempat aman, karena takut Tsunami. Aku pun diajak naik ke Jalan 17 Agustus untuk mengungsi. Tapi aku bilang aku mau ke kos dulu, memberitahu teman2 agar waspada.

Di depan kos cewek, sudah berkumpul beberapa teman. Akhirnya kita ngobrol2 di situ. Kemudian ada Mas Agustinus datang, mungkin rencana cari makan....bareng teman2 yang belum makan.... Dan rencana mau nginep di tempat Senior yang rumahnya di bukit. Aku pun siap-siap ikut, meski aku dah makan. Ambil helm di kos...masih ada teman di sana (Yanar + Arin), "heh, kalian gak siap2?" Aku mengingatkan supaya siap-siap. Apa yg terjadi kemudian kan gak tau, jadi wajar dong kalo mengingatkan.

Aku balik ke depan kos cewek dengan memakai helm, tiba2 banyak orang berombongan naik "oto" (mobil, red) dan motor menuju ke 17 Agustus sambil teriak, "Air Naik....Air Naik...!!!"

Sempet panik. Tapi berusaha tenang, aku cenglu naik motor mas Agustinus bareng Alya (Alloy, red). Dan akhirnya sampailah di depan Kantor Gubernur Sulut. di sana sudah banyak orang.

Satu persatu, teman-teman sampai di sana. Ya, teman-teman kerja. Para Perantau. dengan wajah kecemasannya masing-masing. Saluran telpon sibuk. Tidak bisa nelpon. Sulit maksudnya. Tapi Alhamdulillah aku bisa hub Istri dengan hp teman (hp-ku yg XL mati batere, yang Simpati tak sempat dibawa.).

Tapi kami berusaha rileks, dan setelah beberapa saat kita bener2 rileks, sambil menunggu info berikutnya. Meski ada teman yg nerima sms klo berita potensi Tsunami diralat, tapi kami tetep bertahan dulu di situ menunggu informasi yang pasti. Dan pukul 21 lewat Waktu Indonesia Tengah, Pemkot Manado melalui Mobil Keliling mengumumkan bahwa situasi Kota Manado aman, para pengungsi diharapkan kembali ke rumahnya masing-masing namun harus tetap waspada. Alhamdulillah. Setidaknya kami merasa lebih lega. Meski tetap waspada.
So, kembalilah kami ke tempat kos masing-masing. Tapi ada pula yang menginap di tempat senior yang rumahnya di dataran atas.
Aku gak bisa tidur nyenyak di kos. Tapi akhirnya bisa kupejamkan mata, dan tidak kupedulikan getaran2 susulan pukul 02.00 - 05.00.... lelah....
Lindu, sungguh aku tidak rindu...
Berikut ini beberapa momen pengungsian kami yang sempat diabadikan report-eR- kami......


pengungsi yang mencoba menelpon, lihat latarnya banyak pengungsi juga


wajah-wajah cemas ya? (Andina+Nia)

maidah sempat2nya nampang....

perantau pengungsi (1)

perantau pengungsi (2)

rileks, gempa diajak damai (peace...!!!)

evakuasi plat merah (thanks Mr. Sjarief...!!!)

Tuesday, January 16, 2007

stiker salah ?

tadi siang liat stiker di sebuah mobil di kantor... pertama kali liat keren... stiker dari KPK, tapi setelah baca tulisannya, kok jadi mikir.... apa gak salah redaksionalnya?
apa coba? di situ ditulis :
AWAS ! BAHAYA LATEN KORUPSI
Padahal Korupsi kan dari dulu meraja lela dan gak pernah padam? kok pake bahaya laten? Kayak KORUPSI udah gak ada saat ini n diwaspadai kemunculannya lagi?
Aduh Pak...menurutku cukup :
AWAS! BAHAYA KORUPSI (GAK PAKE LATEN, SELAMANYA BERBAHAYA)
PEACE...!!!