Friday, November 20, 2009

Elnino....

Setidaknya ada contoh yang patut ditiru tentang kesederhanaan dan kebersahajaan dari seorang Tokoh di Gorontalo. Semoga menjadi inspirasi yang baik bagi kita semua. Met berjuang Bung Elnino....

Kemewahan yang Menggoda Senayan

Senin, 16 November 2009 03:15 WIB


Sutta Dharmasaputra

Tidak mudah menjadi wakil rakyat. Baru sebulan duduk di Senayan, godaan sudah datang segunduk. Pendirian yang tak benar-benar kuat, pragmatisme bisa melumat. Kesederhanaan tidak laku, kemewahan malah nomor satu.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari Provinsi Gorontalo, Elnino Mohamad Husein Mohi, merasakan itu. Belum sampai sebulan dilantik, aktivis dan bekas wartawan itu mengaku sudah mendapatkan banyak cobaan.

Oleh karena belum memiliki mobil, sebulan ini ia datang ke gedung DPR/DPD/MPR di Senayan dengan taksi. Pengalaman menarik pun dialaminya. Begitu taksi masuk pos penjagaan, seorang petugas langsung menghentikannya. ”Mau ke mana, Pak?” tanya petugas. ”Saya mau ke DPD,” ujar Elnino.

Petugas itu lalu bertanya lebih jauh, ”Ada keperluan apa?” Elnino pun menjawab, ”Mau rapat, Pak.”

Tak mengira Elnino sebagai anggota DPD, petugas itu pun langsung memerintahkan taksi itu segera parkir. ”Mobil tamu di sebelah sini parkirnya, Pak,” kata petugas itu.

Dengan sangat terpaksa, akhirnya Elnino pun menunjukkan pinnya. ”Saya mau sidang, Mas,” ucapnya.

Petugas itu langsung memberi hormat dan mempersilakan taksinya masuk. ”Jadi, cuma pin kecil ini yang dihormati di Senayan,” kata Elnino, sambil tertawa, saat berbincang-bincang dengan Kompas di kediamannya, pekan lalu.

Pengalaman pahit itu bukan hanya terjadi sekali. Saat hendak mengisi daftar hadir untuk Rapat Paripurna MPR, seorang petugas pun mengira dirinya sebagai staf ahli karena tidak berjas. ”Dari provinsi mana? Namanya siapa? Mana bapaknya?” ucap petugas itu.

Elnino yang bergelar master manajemen politik dari Universitas Indonesia itu pun langsung menjawab ringan. ”Saya ini memang tidak ada tampang jadi pejabat, ya?” ujarnya.

Sang petugas pun langsung memohon maaf.

Saat mengurus uang tiket untuk pelantikan MPR lebih lucu lagi. Karena mengurus administrasi sendiri, begitu hendak menandatangani tanda terima, petugas langsung bertanya kepadanya. ”Bawa surat kuasanya, Pak,” tanya petugas itu.

Menurut Elnino, kalau pada masa lalu syarat seorang menjadi pemimpin itu harus berkorelasi dengan kecerdasan dan akhlak, saat ini tampaknya sudah berubah. ”Sekarang itu rupanya harus berbanding lurus dengan kekayaan,” ujarnya sambil tertawa.

Tuntutan penampilan pun dirasakan anggota DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Malik Haramain. ”Jika dulu tidak berjas, sekarang mau tidak mau harus berjas,” ucapnya. Ia sebelumnya menjadi staf ahli di DPR.

Oleh karena pada masa kampanye Pemilu 2009 ia harus menjual mobil sedan tuanya sebagai modal, gaji pertamanya pun akan digunakan untuk membeli mobil. Tentunya, tidak lagi membeli sedan tua, tetapi Honda Stream.

Menurut Malik, ia pun harus menggunakan penghasilan yang diterimanya dengan sebaik-baiknya karena proposal pun langsung menumpuk. Tanggung jawab makin besar.

Seperti halnya Malik, Elnino pun berencana mengkredit mobil Toyota Innova. Tetapi, godaan juga datang. Seorang rekannya mendorong dirinya untuk membeli mobil lebih mewah karena kini menjadi tokoh nasional.

”Dinda kamu itu pintar. Cuma kita ini, kan, sudah jadi tokoh nasional. Nanti kita cari duitlah. Nanti kita cari proyek kebijakan Rp 100-an miliar. Cuma kalau urus itu harus berubah penampilan, dong. Pakai Fortuner-lah, masak Innova,” papar Elnino, yang saat ini masih tinggal di Asrama Mahasiswa Gorontalo di Jalan Salemba Tengah, Jakarta.

Penentuan diri

Menghadapi godaan itu, 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD mempunyai banyak pilihan, apakah akan tergerus pada gaya kemewahan atau membudayakan kesederhanaan. Pasalnya, fasilitas yang diberikan negara memang besar.

Penghasilan rutin yang diterima anggota DPR tahun 2009, berdasarkan catatan Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), hampir Rp 60 juta per bulan. Gaji pokok dan tunjangan, setelah dikurangi berbagai potongan pajak, mencapai Rp 16,17 juta; penerimaan tunjangan lain-lain Rp 43,6 juta. Jumlah ini di luar tunjangan reses, kunjungan kerja, rapat di luar kota, dan pembuatan undang-undang.

Penghasilan anggota DPD pun kurang lebih sama besar. Uang kehormatan sekitar Rp 31 juta, tunjangan perumahan Rp 13 juta, dan tunjangan komunikasi Rp 8 juta. ”Sekitar Rp 60 jutaan. Kalau ditambah dengan tunjangan kunjungan kerja, bisa lebih dari Rp 70 juta,” tutur seorang anggota DPD.

Kalau memasuki areal parkir di Senayan periode sebelumnya memang terasa seperti ruang pajang mobil. Segala mobil mewah berjajar mentereng. Seorang doktor dari Malaysia yang belum lama ini datang ke Indonesia pun sempat terheran-heran karena di Jakarta ini banyak sekali mobil mewah. Padahal, negara ini punya utang 1,5 kali dari APBN.

Malik pun berpendapat, gaya hidup anggota Dewan pada akhirnya ditentukan oleh masing-masing. Ia mencontohkan seniornya, Effendy Choirie, yang, meski sudah beberapa periode menjadi anggota DPR, tidak bermewah-mewah. ”Choirie dari dulu mobilnya, ya, itu-itu saja,” ucapnya sambil tertawa.

Elnino punya cara lain untuk menjaga agar dirinya tidak larut pada tekanan pragmatisme. Dia menyerahkan semua penghasilan kepada Tim Sembilan. Tim itu yang menentukan berapa banyak yang layak digunakan dirinya dan berapa banyak untuk program konstituen. Pada bulan pertama ini, Elnino pun disepakati hanya menerima Rp 20 juta dari Rp 60 juta yang dia terima.

Menurut Elnino, gaji yang diterima anggota Dewan memang harus digunakan untuk kemakmuran rakyat karena gaji itu sesungguhnya berasal dari utang.

Berapa lama idealisme ini akan bertahan? Elnino tersenyum. ”Paling tidak, sebulan ini belum terkikis,” ujarnya.

Presiden pertama Amerika Serikat George Washington pernah mengatakan, setiap pemimpin harus mengalami proses penentuan diri. Pemimpin sejati melangkah pada jalurnya.


Artikel ini diambil dari sini

Wednesday, November 11, 2009

Rekayasa.... Oh No...!!!

Wow.... kita lihat bagaimana ini akhir kisah rekayasa-rekayasa yang ada di Indonesia. Rekayasa para manusia... para makhluk Tuhan.
Sadarkah mereka, yang paling ber-hak merekayasa hidup kita adalah Tuhan... tentunya sesuai ikhtiar dari manusia....
ya ALLAH, tunjukkan yang benar itu benar, dan bimbing kami tuk mengikutinya....
dan tunjukkan yang salah itu salah, dan beri kekuatan pada kami untuk menjauhi dan menolaknya.
hanya ENGKAU-lah pemilik kebenaran paling hakiki....

Friday, November 06, 2009

Kisah Polisi dan Surat untuk Tuhan...

Ini kisah sudah berputar-putar di dunia maya dari tahun 90-an... tapi rasanya memang masih relevan ya dengan keadaan sekarang.... ini loh ceritanya:
Alkisah, ada keluarga yang hidup dalam keterbatasan dan kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan taraf hidupnya, tetapi selalu menemui kegagalan. Dalam suasana keputus-asaan, sang Bapak sebagai kepala keluarga secara khusuk berdo’a kepada tuhan. “Yaa...Tuhan berikanlah hambamu ini rezeki sehingga kami dapat memberi nafkah kepada anak istriku”. Do’a terus dipanjatkan setiap malam, tetapi rezeki belum juga datang dan hidupnya tetap dalam kemiskinan.
Pada tengah malam, ketika selesai berdo’a sang Bapak merenung dalam hati, kenapa Tuhan belum juga memberi rezeki, apakah Tuhan sudah tidak mau lagi mendengarkan do’aku ? jika demikian, apa salah dan dosa yang telah aku perbuat ? Masih dalam keputusasaan, akhirnya muncul dalam pikirannya : Jika Tuhan sudah tidak mau mendengarkan do’aku, maka sebaiknya aku akan menulis surat kepadaNya.
Lalu ditulislah surat kepada Tuhan yang isinya permohonan agar dirinya diberi rezeki berupa uang sebesar Rp 200.000,- sebagian untuk membayar SPP anaknya dan sisanya akan dibelikan beras untuk keluarganya. Surat selesai dibuat, lalu dimasukkan amplop dan ditulis: Kepada Tuhan di Surga.
Setelah ditempeli perangko seadanya lalu dimasukkan dalam kotak surat (bus surat). Petugas pos pun bingung ketika melihat surat dengan tujuan yang aneh, dan dalam kebingunang itu bertemulah petugas pos tersebut dengan Polisi. Terjadilah sebuah dialog antara petugas Pos dan Pak Polisi,”Pak polisi, saya bingung mengantarkan surat ini, dapatkah Bapak membantu saya?”
Alamat tujuan dan pengirim surat dibaca Polisi, karena curiga maka dibukalah surat tersebut. Setelah dibaca isi surat, Polisi yang baik hati terketuk hatinya, maka berkatalah dia kepada Petugas Pos : ”Surat ini saya bawa nanti akan saya urus dan sampaikan kepada pengirimnya”.
Ketika polisi sudah selesai bertugas, dia lihat di dompetnya hanya ada uang Rp150.000,-. Namun karena polisi itu memang orang yang baik, maka dia pun berniat memberikannya kepada pengirim surat itu. Dia memasukkan seluruh uangnya sebanyak Rp 150.000,- kedalam amplop balasan surat itu, lalu dicarilah alamat Bapak si pengirim surat tersebut. Ketika sudah ditemukan rumah si pengirim surat, diketuklah pintu beberapa kali.
Pintu dibuka oleh seorang anak dan terjadilah dialog : “Bapak ada?” Anak tersebut menjawab: “Bapak sedang sholat dan biasanya dilanjutkan dengan berdoa yang cukup lama Pak!”.
“Baik, kalau begitu karena saya masih ada urusan lagi, tolong berikan surat ini kepada Bapakmu” Pak Polisi seraya bergegas pergi. Ketika Bapaknya selesai berdoa, sang anak memberikan surat tadi kepada Bapaknya. Lalu dibuka, dan terkejut ketika melihat didalamnya ada uang sebanyak Rp 150.000,-.
“Parto...!” Sang Bapak memanggil anaknya, “Siapa yang mengantarkan surat ini tadi?” tanya Sang Bapak kepada anaknya, lalu dijawab: “Tidak tau pak namanya, tetapi dia tadi kesini masih berseragam Polisi”. “Aaahhh...dasar Polisi” Bapaknya menggerutu, “permohonan saya kepada Tuhan kan Rp 200.000,-. Kok tinggal Rp.150.000,-? “Dasar Polisi....dasar Polisi !!!” Masih suka melakukan Pungli kepada orang yang jelas-jelas susah seperti saya”....
Hikmah dari cerita ini: Kadang orang yang berbuat baik, belum tentu dianggap baik oleh yang tidak mengetahuinya. Di Indonesia saya percaya polisi yang baik lebih banyak daripada yang tidak baik, namun kadang citra negatif polisi yang terlanjur melekat dari jaman dulu seakan menjadi tembok tebal yang menghalangi pandangan orang-orang awam. Tapi saya percaya, ke depan POLRI harus bisa menunjukkan profesionalitasnya dalam menegakkan hukum, kebenaran, dan keadilan.... ingat, 2010 katanya sudah diberikan remunerasi loh.....pertanggungjawabkan dengan kinerja yang baik ya bapak dan ibu Polisi......