Halo memulai Tahun 2018 dengan
semangat baru, dan dalam dengan HUT BPK RI ke 71 yang tepatnya jatuh pada 1
Januari 2018, aku mau coba nulis content Blog terkait instansi tercinta yang
bertugas mengawal harta negara. Yup, temanya adaah BPK Kawal Harta Negara. Kenapa
Harta Negara harus dikawal? Ya tentu saja agar dapat dipastikan bahwa segala harta
negara milik pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD dimanfaatkan
untuk kesejahteraan rakyat. BPK dan Kesejahteraan Rakyat ternyata sangat erat loh
hubungannya.
Harry Azhar Azis (ketua BPK 2014 – 2017) pada
seminar yang bertema “BPK, Pengelolaan Keuangan Negara, dan Kesejahteraan
Rakyat” di Gedung Rektorat Universitas Negeri Mulawarman (Unmul), Samarinda,
Senin (19/1/2015) menyatakan bahwa Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
terhadap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara mencakup pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
“Dengan tugasnya tersebut, BPK
memiliki peran memastikan pengelolaan keuangan negara tersebut dapat mewujudkan
tujuan negara yaitu mencapai masyarakat adil, makmur dan sejahtera,” tegas Harry
Azhar Azis.
Pada kesempatan lain, Harry Azhar
Azis juga pernah menyatakan bahwa dalam pasal 23 UUD 1945 disebutkan bahwa
pengelolaan Keuangan Negara harus bersifat terbuka, bertanggung jawab, dan
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Harry Azhar Azis dalam Kuliah
Umum dengan tema “Peran BPK dalam Pemeriksaan Keuangan Negara
untuk Kesejahteraan Rakyat” yang dilaksanakan pada Senin, 14
Maret 2016, di Auditorium Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Maulana
Hasanuddin, Serang, Provinsi Banten pernah menyatakan tegas,“Saat ini BPK
menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan
keuangan negara dipergunakan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat,”.
Seluruh aktivitas pembangunan di
bidang apapun selalu menggunakan uang negara, baik pembangunan ekonomi,
politik, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, penggunaan uang negara yang tidak
taat aturan dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan penggunaannya.
“Mengelola uang negara harus
dilakukan secara terbuka dan bertanggungjawab, karena dua unsur ini yang
menjadi aspek utama dalam governance. Transparansi dan akuntabilitas menjadi
tujuan penggunaan uang negara yang digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat” tegas Harry Azhar Azis.
Untuk itulah antara BPK dan Kesejahteraan
Rakyat sangat erat hubungannya. Melalui pemeriksaan keuangan negara, BPK dapat
mendorong penggunaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
BPK adalah sebuah lembaga negara
yang bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab tentang keuangan negara,
yakni semua hak dan kewajiban negara (termasuk daerah) yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara/daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
Peran dan tugas pokok BPK terkait
pemeriksaan pengelolaan dan tanggungjawab tentang kekuangan negara bisa
diuraikan dalam dua hal, yakni:
-
Pertama, BPK adalah pemeriksa semua asal-usul
dan besarnya penerimaan negara, dari manapun sumbernya.
-
Kedua, BPK harus mengetahui tempat uang negara
itu disimpan dan untuk apa uang negara itu digunakan.
Salah satu frasa pengertian Keuangan
Negara yang telah disebutkan di atas adalah “Segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara/daerah berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut”. Contoh paling mudah terkait kewajiban negara
adalah Pelayanan Publik. Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barangpublik maupun jasa publik yang pada
prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di
Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha
Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam
rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Saat ini
pelayanan publik di pemerintah pusat maupun daerah dilaksanakan dengan Sistem
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, yang memudahkan warga untuk mengurus berbagai
perijinan dan non perijinan tanpa harus bolak balik antar instansi.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan
pelayanan publik PTSP, BPK harus memastikan bahwa penyelenggaraan perijinan telah
sesuai ketentuan yang berlaku serta penerimaan atas pelayanan publik telah
tepat perhitungan dan pengenaannya serta pemanfaatannya dilakukan dalam
kerangka anggaran pendapatan dan belanja negara/daerah.
Dalam prinsip Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP), pemerintah melaksanakan kewajiban memberikan pelayanan prima dan
memperoleh hak antara lain adalah penerimaan retribusi maupun penerimaan lain
lain yang diatur berdasarkan ketentuan yang sah. Sedangkan bagi warga, dalam mengurus
perijinan/ non perijinan di PTSP, warga berkewajiban memenuhi persyaratan dan
ketentuan yang berlaku, membayar retribusi maupun biaya lain yang telah diatur
secara sah dan hak warga adalah mendapatkan pelayanan prima.
Dalam kaitan dengan hak dan
kewajiban antara dua pihak yakni pemerintah dengan warga, BPK mempunyai
wewenang melaksanakan pemeriksaan baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan
kinerja maupun pemeriksa dengan tujuan tertentu. Wewenang tersebut kembali merujuk
ke peran dan tugas pokok BPK yang telah disebutkan di atas yakni, untuk
memeriksa asal usul serta besarnya penerimaan negara/ daerah serta untuk
mengetahui bagaimana uang negara/daerah disimpan dan dimanfaatkan.
Salah satu contoh aktual
pelayanan publik di Jakarta yang masih terdapat pelanggaran antara lain adalah
pelayanan IMB beserta pelayanan terkait IMB lainnya, antara lain pemenuhan
kewajiban Sertifikat Laik Fungsi (SLF) serta pemenuhan kewajiban kompensasi
pelampauan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Luas Bangunan (KLB). Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta bisa langsung
menemukan potensi kekurangan penerimaan pemerintah DKI Jakarta senilai Rp 33,8
miliar. BPK menemukannya dari PDTT pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) dan Instansi Terkait Lainnya.
BPK Perwakilan Provinsi DKI
Jakarta yang melaksanakan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) selama 49
hari kerja menemukan 11 permasalahan dengan nilai temuan berupa potensi
kekurangan penerimaan senilai Rp33,8 Miliar. Nilai tersebut setara dengan 12,31
persen realisasi pendapatan yang diperiksa di DPMPTSP sepanjang Tahun Anggaran
2016 dan Semester Pertama TA 2017. Hasil pemeriksaan tersebut dipublikasikan
oleh Koran Tempo pada tanggal 13 November 2017, berupa 11 permasalahan pelayanan
perizinan dan non perizinan yang belum sesuai ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku, yakni:
1.
Pelampauan Intensitas Bangunan VR Belum
Dikompensasi Dengan Menyediakan Lahan Pengganti Minimal Seluas 1.000m2 atau
Minimal Senilai Rp8,32 Miliar dan Memberikan Kompensasi Pelampuan KLB Minimal
Senilai Rp8,18 Miliar (Potensi Kekurangan Penerimaan 16,4 Miliar)
2.
Perbedaan Hasil Ukur Luas Tanah Menurut
Ketetapan Rencana Kota Dengan Sertifikat Bukti Kepemilikan Tanah Sebesar
274.084,43m2 Berdampak Pada Selisih Perhitungan Intensitas Pemanfaatan Ruang
dan Potensi Penerimaan Kompensasi Pelampauan Koefisien Lantai Bangunan Senilai
Rp16,44 Miliar (Potensi Kekurangan Penerimaan 16,44 Miliar)
3.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Belum Mengenakan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dan Sanksi
Administratif Berupa Denda Mendahului Izin Mendirikan Bangunan Kepada PT GN
Senilai Rp146,68 Juta (Potensi Kekurangan Penerimaan 146,68 Juta)
4.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu Belum Mengenakan Sanksi Administratif Berupa Denda Mendahului Izin
Mendirikan Bangunan Kepada PT SA Senilai Rp782,16 Juta ((Potensi Kekurangan
Penerimaan 782,16 Juta)
5.
Mekanisme Pembayaran Angsuran Retribusi Izin
Mendirikan Bangunan Menara Telekomunikasi PT KIN Tidak Sesuai Ketentuan
6.
Monitoring atas Kepatuhan Pemanfaatan Ruang
Setelah Diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan Belum Dilaksanakan dengan
Optimal
7.
Sebanyak 23 Pemilik Bangunan Gedung, Pengguna
Bangunan Gedung dan Penyedia Jasa Konstruksi Bangunan Gedung Melanggar Aturan
tentang Sertifikat Laik Fungsi dan Belum Diproses Tindak Lanjut Pengenaan
Sanksinya
8.
Penerbitan Izin Pendahuluan Pondasi dan Izin
Pendahuluan Menyeluruh untuk pembangunan Apartemen SH dan Penerbitan Izin
Mendirikan Bangunan Gedung Perkantoran TT dan Fasilitasnya Tidak Dilengkapi
dengan Izin Lingkungan
9.
Dokumen Yang Digunakan Sebagai Dasar
Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan SDO
Tower Tidak Memenuhi Ketentuan
10.
Dualisme Kewenangan Pengelolaan Pemberian
Rekomendasi atas Permohonan Sesuatu Hak di atas Bidang Tanah Eks Kotapraja
Milik/ Dikuasai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
11.
Kebijakan yang Mengatur Pengelolaan Pelayanan
Pemberian Rekomendasi atas Sesuatu Hak di atas Bidang Tanah HPL Tidak Konsisten
dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Belum Memiliki Data
Tanah HPL dengan Lengkap
Dari uraian permasalahan tersebut
di atas poin 1 – 4 merupakan temuan pemeriksaan yang mencantumkan nilai potensi
kekurangan penerimaan daerah. Kekurangan tersebut harus ditagih oleh Pemprov
DKI kepada pihak yang melanggar, dan disetorkan ke kas daerah DKI Jakarta. Dengan
nilai potensi penerimaan 33,8 Miliar akan sangat bermanfaat bagi Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta antara lain untuk menjadikan sumber tambahan penerimaan yang
akan membiayai program program kesejahteraan rakyat yang ada di DKI Jakarta seperti
Program Kartu Jakarta Pintar maupun program Pelatihan Kewirausahaan OKE OCE (One
Kecamatan One Centre of Entrepreneurship) yang diharapkan akan bisa
meningkatkan kesejahteraan rakyat Jakarta kelas menengah ke bawah.
Adapun 7 temuan pemeriksaan BPK
meskipun tidak mencantumkan nilai namun rekomendasi perbaikan yang diberikan
BPK kepada Pemprov DKI Jakarta diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan
pemasukan di masa yang akan datang. Sebagai contoh permasalahan 23 Bangunan
Melanggar Aturan tentang Sertifikat Laik Fungsi dan Belum Diproses Tindak
Lanjut Pengenaan Sanksinya, dalam hal ini BPK memberikan rekomendasi kepada
Gubernur DKI agar berkoordinasi dengan DPRD untuk mengevaluasi kembali Perda
Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang penetapan sanksi bagi
pelanggaran SLF karena denda pelanggaran SLF sangat ringan yakni maksimal denda
Rp50 juta. Nilai tersebut sangatlah kecil untuk para pengusaha properti kelas
atas di Jakarta. Ke depannya diharapkan pelanggaran SLF seharusnya ditetapkan
lebih tinggi agar pengusaha yang akan melanggar berpikir terlebih dahulu jika
dendanya besar.
Rekomendasi lain terhadap
permasalahan pelanggaran SLF adalah mengkoordinasikan kegiatan pengawasan dan
penertiban terhadap pemilik bangunan gedung, pengguna bangunan gedung, penyedia
jasa konstruksi bangunan gedung yang melakukan pelanggaran SLF dengan dibantu
oleh DPMPTSP dan DCKTRP serta memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku,
sehingga denda dapat segera diproses dan disetorkan ke kas daerah.
Demikianlah sekilas proses audit
BPK untuk mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat. Meskipun tidak langsung hubungan
antara BPK dan peningkatan kesejahteraan rakyat, namun peranan BPK untuk
mendukung terwujudnya kesejahteraan rakyat sangatlah penting. Dengan rekomendasi
yang tepat yang dihasilkan BPK, langkah pemerintah untuk mengelola keuangan
negara/daerah secara transaparan dan akuntabel dapat meningkatkan penerimaan, dan
pemerintah memanfaatkan penerimaan tersebut secara ekonomis efisien dan efektif
demi terwujudnya dampak kesejahteraan rakyat. Untuk itu rekomendasi yang
diberikan BPK RI harus lebih rinci serta menjawab permasalahan yang dihadapi
entitas.
Menurut Anggota BPK Agus Joko
Pramono, kualitas rekomendasi akan tercapai dengan baik apabila memenuhi
tiga syarat yaitu kualitas sumber daya manusia yang baik, kualitas prosedur
kerja (Standar Operasional Prosedur) serta tersedianya perangkat pendukung
proses pemeriksaan yang layak dan memadai.
Kualitas SDM yang baik dapat diwujudkan
dengan pendidikan yang berkelanjutan dan Dalam menjalankan tugasnya, pemeriksa
dituntut untuk selalu bersikap profesional, dapat bekerja sesuai standar serta
selalu menjaga integritas dan independensinya. Sedangkan Kualitas Prosedur
Kerja dan Tersedianya perangkat pendukung menjadi tugas unit Sekretariat, Direktorat,
Badan Diklat serta Inspektorat BPK RI dalam mempersiapkan kebutuhan penunjang pendukung
tugas Pemeriksaan BPK.
Semoga di Tahun 2018 tepatnya
dimulai tanggal 1 Januari 2018 yang merupakan Hari Ulang Tahun BPK ke-71, Kawal
Harta Negara dalam Tata Kelola Keuangan Negara menjadi Kerja Keras dan Kerja
Cerdas BPK dan Pelaksananya untuk meningkatkan transaparasi dan akuntabilitas bernegara.
Sumber dan link terkait: